Jakarta – Ramadan telah memasuki 10 hari terakhirnya. Salah satu ibadah yang dilakukan menjelang berakhirnya Ramadan yaitu menunaikan zakat fitrah. Bagaimana hukum zakat fitrah bagi umat Islam?
Mengutip Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan Abu Aulia dan Abu Syauqina, zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan pada Hari Raya Idul Fitri. Zakat fitrah pertama kali disyariatkan pada bulan Syaban tahun kedua Hijriah.
Adapun zakat fitrah bertujuan menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak ada faedahnya dan perkataan kotor yang mungkin timbul pada saat berpuasa, serta memberi bantuan pada fakir dan orang lemah.
Hukum Zakat Fitrah
Hukum menunaikan zakat fitrah adalah wajib bagi setiap umat Islam. Diterangkan dalam kitab Al-Umm karya Imam Asy-Syafi’i yang diterjemahkan oleh Fuad Syaifudin Nur, kewajiban zakat fitrah ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan dari Malik bin Anas, dari Nafi’, dari Ibnu Umar.
Ibnu Umar mengatakan, “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadan kepada orang-orang berupa satu sha’ tamar atau satu sha’ sya’ir, yang diwajibkan atas setiap orang Muslim merdeka dan budak, baik laki-laki maupun perempuan.”
Imam Syafi’i menjelaskan kewajiban zakat fitrah tersebut hanya berlaku bagi orang muslim atau dengan kata lain umat Islam.
Hukum zakat fitrah juga dijelaskan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas RA. Ia berkata, “Rasulullah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak ada faedahnya dan perkataan kotor serta untuk memberi makan orang-orang miskin. Siapa saja yang membayarnya sebelum salat, apa yang dilakukannya itu menjadi zakat yang diterima, dan siapa saja yang membayarnya setelah salat, apa yang dilakukannya itu menjadi sedekah biasa.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Daruquthni)
Kewajiban zakat fitrah ini turut dijelaskan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah yang diterjemahkan Abu Aulia dan Abu Syauqina. Dikatakan, zakat fitrah wajib atas setiap umat Islam yang memiliki kadar satu sha’ setelah ia mampu mencukupi makanan pokoknya dan keluarganya pada malam dan siang Hari Raya Idul Fitri (menurut mazhab Malik, Syafi’i, dan Ahmad).
Umat Islam wajib mengeluarkan zakat untuk dirinya dan orang-orang yang wajib ia nafkahi seperti istri, anak, dan para pembantunya.
Adapun jika seorang umat Islam meninggal dunia ketika hilal Syawal telah terlihat, maka zakat fitrahnya diambil dari hartanya setelah utang dan wasiat dikeluarkan dari harta itu untuk dirinya dan orang-orang yang harus ia nafkahi.
Hukum Zakat Fitrah dengan Uang
Dinukil dari buku Fiqih Modern Praktis karya Fahad Salim Bahammam, terdapat perbedaan pendapat di kalangan salaf dan mu’ashirun (kontemporer) mengenai hukum atau boleh tidaknya membayar zakat fitrah dengan uang.
Mayoritas ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali tidak memperbolehkan seorang umat Islam membayar zakat fitrah dengan uang. Ini bersandar pada sunah Rasulullah SAW yang mengeluarkan zakat fitrah dengan makanan pokok masyarakat pada saat itu.
Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah yang memperbolehkan seorang umat Islam membayar zakat fitrah dengan uang. Pendapat serupa dikatakan oleh Atha’, Hasan Al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Ats-Tsauri, juga Imam Al-Bukhari sebagaimana termaktub dalam kitab Sahih Bukhari.
Mengenai hal ini Ibnu Rasyid mengatakan, “Dalam hal ini Imam Bukhari sependapat dengan mazhab Hanafi sekalipun beliau sangat sering berbeda pendapat dengan mereka. Namun, beliau sependapat dengan mereka dalam hal ini karena berdasarkan dalil.” (Fath Al-Baari)
Simak Video “BAZNAS RI Tetapkan Besaran Zakat Fitrah 2024 Rp 45 Ribu”
(kri/kri)